untukmu Kader Dakwah – inikah Partai Dakwah?

INIKAH PARTAI DAKWAH??
Ya. 100% kami tak pernah sangsi.

KOK ADA YANG BERBUAT BEGITU?
Husnudzon di awal, itu perintah Allah dan Rasul-Nya. Kalo memang terbukti? Hukum yg akan bicara. Adakah orang yang tidak pernah berbuat salah?

MENODAI PARTAI DKWAH?
Kalo memang TERBUKTI,noda itu tinggal dibersihkan.

KALO TIDAK BISA DIBERSIHKAN?
Diamputasi (pecat). Dan tanpa gembar-gembor, PKS sudah banyak menjatuhkan sangsi kepada kader-kadernya yang terbukti melanggar AD/ART dan etika.

MEMALUKAN?
Tidak. Tapi sbg pembelajaran bg kami, YA! Kenapa harus malu utk mengakui dan bertobat?

KALO ITU TERBUKTI SALAH?
Hanya iblis yang sombong yg tidak mau mengakui kekeliruan diri.

GARA2 INI KADER AKAN BERHENTI?
Tidak. TAKKAN PERNAH.Krn dakwah ini tidak ditentukan satu dua orang. Bahkan seandainya semua meninggalkan arena dakwah, kami tlah ber’azam takkan pernah meninggalkan jalan ini. Kami berdakwah bukan utk berharap puja puji atau takut dicaci. Allah-lah tujuan kami. Kalo ada yg bersalah diantara kami, Allah pula sudah memberi petunjuk: BERTOBAT dan dimaafkan.

KALO TDK MAU BERTOBAT?
Sungguh azab Allah sangat pedih hanya dibanding caci maki!Mungkin ada yang akan mengomentari:”Kasihan kader lapisan bawah yang ikhlas berjuang dan tsiqoh pada qiyadah, tapi qiyadahnya sudah pada menyimpang, hidup bergelimang dunia”.Saya akan katakan: “Kasihinilah dirimu sendiri, yang hidup bergelimang prasangka dan dusta. Kasihinilah dirimu sendiri, yang lebih memilih menyendiri diterkam srigala dibanding teguh dalam jamaah penuh berkah, kasihinlah dirimu sendiri yang tiada henti sibuk mengorek orang lain tapi melupakan aib diri sendiri.

By: anyone

Antara Proyeksi Kaderisasi dan Riuh-Rendah Syi’ar-syi’ar Kebesaran Dakwah

397648_4125966196215_403219075_n

Seorang aktivis dakwah, tak bisa dipungkiri adalah orang-orang yang pintar, kreatif dan dinamis. Mereka selalu saja memiliki banyak ide untuk merekrut para pemuda-pemudi untuk menghadiri acara-acara Islami yang menarik, seperti pesantren kilat Ramadhan, study wisata dan lain-lainnya yang inti dari acara tersebut adalah memperkenalkan kepada para peserta apa itu Islam dan kebanggakan terhadap Islam.

Dalam program tersebut selalu diupayakan digelar mata-mata acara yang menarik dan tidak menjemukan, mulai dari permainan yang menyenangkan seperti games hikmah, jerit malam dan tadabbur alam, acara ilmiah dan wawasan seperti ceramah umum, diskusi dan mentoring hingga acara-acara pemenuhan spiritualitas seperti tahajjud berjama’ah dan muhasabah. Semua mata acara tersebut dikemas dan dirancang sedemikian rupa dalam satu program rekrutmen kader-kader baru atau calon aktivis dakwah yang baru oleh sebuah instansi dakwah tertentu seperti Rohis sekolah atau kampus, remaja masjid ataupun mengatasnamakan yayasan-yayasan yang bergerak di bidang sosial keagamaan.

Dari semua kemasan acara tersebut, satu hal yang harus menjadi orientasi para aktivis dakwah adalah kaderisasi dan pendidikan yang berkesinambungan. Aktivis dakwah harus bisa mengarahkan, meyakinkan dan menekankan bahwa kader-kader baru yang direkrut tersebut siap mengikuti program kaderisasi dan pendidikan yang berkelanjutan yang biasanya berbentuk taklim setiap pekannya dalam kelompok-kelompok kecil (5-10 orang) dengan satu pembimbing (murabbi) dari aktivis dakwah tersebut.

Satu acara yang paling memiliki muatan ke arah tersebut adalah acara mentoring. Yaitu peserta dikelompokkan dalam satuan-satuan kecil (5-10 orang) mengadakan ta’lim melingkar di pimpin oleh seorang mentor. Tema yang dibahas adalah tema Islami dan dakwah yang lebih mendalam lagi bahkan mungkin disertai dengan diskusi.

307219_4126966501222_929459509_n

Sebaiknya kelompok mentoring ini dibentuk sesuai rencana program taklim pekanan yang berkelanjutan tersebut sehingga bisa jadi anggota-anggota mentoring ini adalah peserta-peserta yang tempat tinggalnya berdekatan, sekolahnya sama, kelasnya sama atau peserta yang memiliki hobby yang sama atau pertimbangan lainnya. dan dipegang oleh seorang mentor yang memang sudah diproyeksikan untuk menjadi pembimbing mereka pada taklim pekanan berikutnya. Sang mentor ini selain memberikan wawasan keislaman yang mendalam, juga berulang kali menekankan kepada para peserta mentoring bahwa kita akan melanjutkan mentoring ini dalam bentuk taklim rutin pekanan. Closingnya adalah para peserta sudah bisa menyepakati kapan dan dimana acara taklim rutin pekanan perdana bisa dimulai. Dari situ dimulailah proses kaderisasi dan pendidikan berkesinambungan untuk membentuk para peserta rekrutmen tersebut menjadi pribadi muslim yang kuat dan aktivis dakwah yang siap turun membantu perjalanan dakwah selanjutnya.

Mata-mata acara lain meskipun kurang memiliki muatan seperti diatas sekuat mentoring, tetap juga harus diselipkan penekanan akan progress pembinaan berkelanjutan, sehingga perserta selalu diingatkan bahwa setelah acara ini mereka harus mengikuti program follow up pembinaannya.

Jadi, keberhasilan program rekrutmen kader-kader dakwah baru bukanlah pada besarnya jumlah peserta, kesan menyenangkan dari peserta atau bahkan besarnya semangat para peserta mengikuti semua mata acara. Tetapi keberhasilan program rekrutmen adalah ketika program pembinaan berkelanjutan (follow up) dah acara tersebut bisa terlaksana. Karena AKTIVIS DAKWAH BERORIENTASI PADA KADERISASI DAN PENDIDIKAN, BUKAN PADA RIUH-RENDAH SYI’AR-SYI’AR KEBESARAN.”

Rusuh Purwakarta dan Dakwah yang Sistematis

Hari ini terjadi kerusuhan di Purwakarta, berupa penghancuran patung Gatot Kaca dan patung Semar di kota tersebut oleh puluhan hingga mungkin ratusan orang berseragam putih, memakai peci dan sorban.

Entah apa alasan sebenarnya penghancuran tersebut, apakah karna Gatot Kaca dan Semar berasal dari budaya Jawa sedangkan Purwakarta masuk dalam daerah suku Sunda. Wah tentu bila alasan ini yang mendasari tentu harus diwanti-wanti karna terlihat pergesekan dua suku terbesar yang ada di Indonesia. Jangan sampai rusuh tersebut didalangi oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan busuk dan keji.

Adapun bila alasan penghancuran tersebut karna patung dilarang oleh Islam, maka yang perlu sedikit kita bahas adalah metode infiltrasi budaya yang diperankan oleh para aktifis ‘garis kasar’ Islam tersebut.

Adakah yang lebih membuat Rasul SAW marah sehubungan dengan adanya simbol-simbol berhala selain ratusan patung yang mengelilingi rumah suci Ka’bah. Namun selama kurang lebih 15 tahun beliau mampu bersabar membersihkan penistaan itu melalui proses infiltrasi budaya bangsa Arab hingga berlandaskan tauhid yang kuat dan kokoh menghujam di dalam hatinya. Sehingga ketika saatnya tiba, maka penghancuran patung-patung tersebut menjadi tuntutan yang relevan dengan opini dan persepsi masyarakat. Tak ada resistensi setelahnya.

Lalu bagaimana dengan kasus Purwakarta hari ini di tengah konteks berbangsa dan bernegara yang masih terlalu majemuk, nasionalisme kebangsaan yang masih kuat berakar pada elemen-elemen budaya yang beraneka ragam.

Tentu kejadian tersebut rentan menimbulkan pergesekan budaya yang berujung pada ketidaknyamanan hidup berbangsa dan bernegara. Di lain hal juga akan menimbulkan opini negatif terhadap agama ini. Karna apa? Karna aktivis dakwah belum menginfiltrasi budaya bangsa Indonesia dengan Tauhid yang kuat dan menghujam di hati dan jiwa mereka. Opini bangsa ini diseluruh elemennya masih belum Islami sehingga tak pantas para aktivis Islam memaksakan sesuatu tindakan yang akhirnya hanya dicerminkan dengan kata ‘kasar, primitif’ dan sebagainya.

Wallahu a’lam semoga semua aktivis Islam lebih bisa bersabar dan bijak dalam mengolah keadaan dan lingkungan menjadi lebih baik.

Kisruh Markaz Dakwah – Jangan Pernah Hilang Salamatush Shadr

Bukanlah kompetensi saya menilai siapa yang salah dan siapa yang benar. Hanya coba mengangkat hikmah dari konektivitas peristiwa dengan idealisme dan hujjah. Karena selama kita semua berjalan di atas hujjah yang benar, badai seperti apapun akan berlalu, bara sepanas apapun hanya akan menjadi penempa.

Percayalah ketika kita mengaku menjadi orang beriman, saat itu juga Allah akan menghadapi kita dengan medan dakwah. Dan kemuliaan kita ternyata bukanlah dari tingkat luas dan kecilnya atau besar dan terkesan remehnya medan dakwah yang dihadapkan Allah kepada kita. Tapi kemuliaan kita bergantung dari tingkat ke-ihsanan kita dalam mengelola medan dakwah sekecil apapun itu. Tak jarang medan dakwah yang luas dan besar justru akan menjatuhkan seorang kedalam lembah riya’ dan ghurur serta takabbur. Anda ingat apresiasi yang besar dari Rasulullah SAW – yang membuat kaget sebagian sahabat – kepada seorang tukang sapu masjid Nabawi. Nah itulah contohnya.

Kemudian, setiap mukmin dan da’i tentu hanya mengorientasikan kerjannya kepada Allah dan penuaian surga di akhirat nanti. Tak perduli sesakit dan sedongkol apapun hati, tak perduli dimanapun posisi, tak perduli pintu dunia yang datang menghampiri, tetaplah surga Allah yang dinanti.

Maka dalam proses interaksi apapun yang terjadi, JANGAN PERNAH HILANG SALAMATUSH SHADR. Yaitu menjaga dada saudara kita agar selamat dari sakit hati karna ulah yang kita lakukan. Karna ia adalah tingkatan terendah dari ukhuwah, dan relevansi ukhuwwah adalah keimanan. Tinggi dan rendahnya ukhuwwah bergantung pada tinggi rendahnya Iman. Bila level terendah dari ukhuwwah saja tidak dimiliki tentu dapat diasumsi level keimanan seperti apa yang mengisi hati. Apa jadinya hati saudara kita, bila kita gunjing ia, kita adu domba, bahkan sampai intimidasi. Layakkah perilaku seperti ini ada dalam diri seorang mukmin dan da’i. Pantas Allah menggambarkan orang seperti itu sebagai pemakan bangkai saudaranya sendiri. Na’uudzu billahi tsumma na’uudzu billah.

Renungkan sajalah hadits berikut:

dituturkan oleh Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu:

كُنَّا جُلُوسًا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: ” يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ” فَطَلَعَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، تَنْطِفُ لِحْيَتُهُ مِنْ وُضُوئِهِ، قَدْ تَعَلَّقَ نَعْلَيْهِ فِي يَدِهِ الشِّمَالِ، فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِثْلَ ذَلِكَ، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ مِثْلَ الْمَرَّةِ الْأُولَى . فَلَمَّا كَانَ الْيَوْمُ الثَّالِثُ، قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، مِثْلَ مَقَالَتِهِ أَيْضًا، فَطَلَعَ ذَلِكَ الرَّجُلُ عَلَى مِثْلِ حَالِهِ الْأُولَى، فَلَمَّا قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ فَقَالَ: إِنِّي لَاحَيْتُ أَبِي فَأَقْسَمْتُ أَنْ لَا أَدْخُلَ عَلَيْهِ ثَلَاثًا، فَإِنْ رَأَيْتَ أَنْ تُؤْوِيَنِي إِلَيْكَ حَتَّى تَمْضِيَ فَعَلْتَ ؟ قَالَ: نَعَمْ

“Kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliapun berkata : “Akan muncul kepada kalian sekarang seorang penduduk surga”. Maka munculah seseorang dari kaum Anshoor, jenggotnya masih basah terkena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan kirinya. Tatkala keesokan hari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan perkataan yang sama, dan munculah orang itu lagi dengan kondisi yang sama seperti kemarin. Tatkala keesokan harinya lagi (hari yang ketiga) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengucapkan perkataan yang sama dan muncul juga orang tersebut dengan kondisi yang sama pula. Tatkala Nabi berdiri (pergi) maka Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Aash mengikuti orang tersebut lalu berkata kepadanya : “Aku bermasalah dengan ayahku dan aku bersumpah untuk tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika menurutmu aku boleh menginap di rumahmu selama tiga hari?. Maka orang tersebut berkata, “Silahkan”.

Anas bin Malik melanjutkan tuturan kisahnya :

وَكَانَ عَبْدُ اللهِ يُحَدِّثُ أَنَّهُ بَاتَ مَعَهُ تِلْكَ اللَّيَالِي الثَّلَاثَ، فَلَمْ يَرَهُ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ شَيْئًا، غَيْرَ أَنَّهُ إِذَا تَعَارَّ وَتَقَلَّبَ عَلَى فِرَاشِهِ ذَكَرَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَبَّرَ، حَتَّى يَقُومَ لِصَلَاةِ الْفَجْرِ . قَالَ عَبْدُ اللهِ: غَيْرَ أَنِّي لَمْ أَسْمَعْهُ يَقُولُ إِلَّا خَيْرًا، فَلَمَّا مَضَتِ الثَّلَاثُ لَيَالٍ وَكِدْتُ أَنْ أَحْقِرَ عَمَلَهُ، قُلْتُ: يَا عَبْدَ اللهِ إِنِّي لَمْ يَكُنْ بَيْنِي وَبَيْنَ أَبِي غَضَبٌ وَلَا هَجْرٌ ثَمَّ، وَلَكِنْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَكَ ثَلَاثَ مِرَارٍ: ” يَطْلُعُ عَلَيْكُمُ الْآنَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ” فَطَلَعْتَ أَنْتَ الثَّلَاثَ مِرَارٍ، فَأَرَدْتُ أَنْ آوِيَ إِلَيْكَ لِأَنْظُرَ مَا عَمَلُكَ، فَأَقْتَدِيَ بِهِ، فَلَمْ أَرَكَ تَعْمَلُ كَثِيرَ عَمَلٍ، فَمَا الَّذِي بَلَغَ بِكَ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ . قَالَ: فَلَمَّا وَلَّيْتُ دَعَانِي، فَقَالَ: مَا هُوَ إِلَّا مَا رَأَيْتَ، غَيْرَ أَنِّي لَا أَجِدُ فِي نَفْسِي لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ غِشًّا، وَلَا أَحْسُدُ أَحَدًا عَلَى خَيْرٍ أَعْطَاهُ اللهُ إِيَّاهُ . فَقَالَ عَبْدُ اللهِ هَذِهِ الَّتِي بَلَغَتْ بِكَ، وَهِيَ الَّتِي لَا نُطِيقُ

“Abdullah bin ‘Amr bin al-’Aaash bercerita bahwasanya iapun menginap bersama orang tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan sholat malam, hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan berbolak-balik di tempat tidur maka iapun berdzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk sholat subuh. Abdullah bertutur : “Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan. Dan tatkala berlalu tiga hari –dan hampir saja aku meremehkan amalannya- maka akupun berkata kepadanya : Wahai hamba Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku, apalagi boikot. Akan tetapi aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata sebanyak tiga kali  : Akan muncul sekarang kepada kalian seorang penduduk surga”, lantas engkaulah yang muncul, maka akupun ingin menginap bersamamu untuk melihat apa sih amalanmu untuk aku contohi, namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Maka apakah yang telah menyampaikan engkau sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam?”. Orang itu berkata : “Tidak ada kecuali amalanku yang kau lihat”. Abdullah bertutur : “Tatkala aku berpaling pergi maka iapun memanggilku dan berkata : Amalanku hanyalah yang engkau lihat, hanya saja aku tidak menemukan perasaan dengki (jengkel) dalam hatiku kepada seorang muslim pun dan aku tidak pernah hasad  kepada seorangpun atas kebaikan yang Allah berikan kepadanya”. Abdullah berkata, “Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surge-pen), dan inilah yang tidak kami mampui” (HR Ahmad 20/124 no 12697, dengan sanad yang shahih).

Maka ketika seorang mukmin menjadi orang besar di mata manusia dikarenakan mengelola medan dakwah yang besar, jangan pernah hilang salaamatush shadr. Ketika seorang mukmin tak terlihat di layar medan dakwah hanya karna sebagai pemain belakang layar, jangan pernah hilang salaamatush shadr. Ketika seorang mukmin begitu lemah dengan nafilah-nafilahnya, tolong jangan pernah hilang salaamatush shadr. Seorang mukmin dengan berbagai karakternya yang keras dan lembut, namun yang harus tetap ada jangan pernah hilang salaamatush shadr.

Karna ia yang akan menjadi salah satu tanda bahwa diri kita adalah penduduk surga.

Wallahu A’lam.

baca pula: Gairah Cinta dan Kelesuan Ukhuwwah