Malam

Terkadang kita berada pada sebuah dimensi dimana kebenaran dan kesalahan menjadi relatif.

Kebenaran yang melahirkan rindu yang pahit, menghibur diri atas nama pengorbanan dan ketulusan sekalipun tetap menaruh harapan akan sebuah titik dalam kenisbian. Meregang hasrat dan terjerembab dalam lamunan pada akhirnya berusaha beralih, berlari sekalipun tak bisa bersembunyi.

Kemudian tentang sebuah kesalahan yang datang sekonyong-konyong dan bertahta pada sebuah media yang kita tak punya kuasa mengusirnya, ada hak prerogatif disana yang tak bisa diintervensi oleh airmata, jeritan dan mimik palsu.

Sementara di seberang sana, mereka melenggang dengan raut bangga seolah merengkuh keabadian dan kesejatian. Cenderung membuat mereka lupa diri untuk kemudian menghukumi kami dengan pandangan konservatif. Jangankan pertolongan atau pemakluman, secercah gumam empati pun tak ada dalam kamus lintasan pikiran mereka.

Lalu apa arti sebuah rasa yg agung, fitrah yang seyogyanya indah bila kami harus tercecer dalam romansa atau tertatih dalam takwa. Ingat, kami hanya manusia, sekali lagi manusia dan tidak pernah berubah menjadi malaikat meski sekejap mata maka kami bisa kalah.

Tinggalkan komentar