Kampung Sampireun, Garut

image

Setelah sebelumnya hanya mendengar dari cerita tentang sebuah tempat yang enak untuk relaksasi di Garut, akhirnya saya berkesempatan menyambangi tempat tersebut.

image

Adalah Kampung Sampireun, sebuah resort di kaki gunung Guntur, Garut. Resort ini ditata mengelilingi sebuah telaga dimana para pengunjung bisa berkayuh sampan di telaga tersebut. Begitu asri meski tidak alami namun perpaduan telaga dan rindangnya pepohonan, udara yang sejuk serta model penginapan ala rumah-rumah di kampung dengan fasilitas cukup mewah membuat kesan naturalitas begitu terasa ketika beristirahat di sini.

image

Akses menuju kampung sampireun bila dari Jakarta dapat ditempuh via Nagreg menuju Garut kota, dari kota perjalanan tinggal setengah jam lagi menuju arah Samarang. Namun ada jalur alternatif bila Nagreg dan Garut kota sedang macet. Anda bisa melewati Majalaya dan tembus ke Kamojang yang akan menawarkan panorama Indah di sekitar Kamojang yang terkenal dengan kawahnya. Via Kamojang jarak tempuh lebih singkat namun jalannya berliku dan kecil disertai tanjakan/turunan curam. Syukurnya jalan ini sekarang sudah bagus tidak seperti beberapa tahun lalu ketika kami membawa mobil menuju Garut via jalur ini dan harus menyerah balik.

image

Karena ini adalah sebuah resort tentunya tidak murah untuk menginap di sini. Harga penginapan di sini berkisar antara 1,5-3,3 juta per malam dengan fasilitas TV kabel, air panas, breakfast serta cemilan malam ala perkampungan. Meski demikian, pengelola mengizinkan kok penginapan yang seharusnya diisi 2 orang saja menjadi 5-6 orang karena memang kamarnya cukup luas.

Sangat pas untuk bersantai bersama teman-teman atau keluarga di akhir pekan.

image

image

Curug Citambur

image

Terletak di Kabupaten Cianjur menjelang perbatasan dengan Kabupaten Bandung. Jarak dari jakarta sekitar 200 km, dapat ditempuh melalui Bandung melewati Ciwidey atau langsung melewati Cianjur. Overall jarak keduanya hampir sama, namun bila melewati Bandung tentu jalurnya lebih ramai dan padat sampai melewati Rancabali. Bila melewati Cianjur, selepas Cianjur kota kita akan dihadapi jalanan yang lebih lengang dan naik turun perbukitan.

image

Mungkin dinamakan Citambur (ci=air, tambur=drum) karrna suara air terjun ini yang keras seolah drum yang ditabuh, dan memang saja air terjun ini jatuh dalam kungkungan lembah yang bila didekati suaranya dan hempasannya begitu luar biasa, saya sampai mengistilahkan hujan abadi di radius 100-200 meter disekitarnya, sampai-sampai susah sekali mengambil panorama air terjun ini dengan handphone dikarenakan hujan abadi tersebut.

Memasuki curug Citambur anda akan dikenakan retribusi 7.000 rupiah ditambah parkir kendaraan. Air terjun ini masih jarang dikunjungi sehingga tidak terlalu ramai pengunjung sekalipun memang tidak sesepi dan seterpencil curug Malela yang terletak dekat perbatasan Bandung-Cianjur juga.

image

Well… kesan yang saya rasakan ketika kesana adalah, keperkasaan Tuhan yang terlihat dari ciptaan-Nya di alam semesta ini sehingga membuat saya begitu lemah di hadapan-Nya. Di sisi lain juga memasuki daerah ini saya merasakan sekali nuansa pedalaman Cianjur yang begitu kental nuansa pedesaannya dan jauh dari hingarnta Puncak atau Cipanas yang selama ini menjadi tujuan utama wisata di Cianjur.

Kurcaci Backpacker Goes to Jogja

Kurcaci

Start dari Terminal Pinang Ranti

Well.. sudah sekian lama tak serius menulis atau melakukan guratan perjalanan di warung ini cukup membuat saya kangen untuk kembali aktif menulis, setelah sebelumnya hanya copy-copy paste saja.

Ok, tulisan kali ini akan mengisahkan backpackeran kami (Kurcaci Backpacker) ke Yogyakarta pada tanggal 26-30 Desember 2015. Dinamakan Kurcaci mungkin karena saya pergi backpackeran bersama 2 anak laki-laki saya (1 SMP dan 4 SD) dan satu keponakan saya (6 SD). Dan terus terang ini adalah pengalaman pertama kami ke Jogja, jadi kami cuma berbekal googling saja mencari penginapan dan destinasi-destinasi yang hendak dituju. Karena long holiday, cukup sulit mendapatkan penginapan di Jogja apalagi di sekitar Malioboro, tapi akhirnya kita bisa mendapatkan satu kamar yang masih kosong yaitu di Green Pearl Home Stay yang terletak di Jl. Mutiara/21 Gondokusuman dengan harga yang cukup murah untuk ukuran long holiday yaitu Rp 150.000/malam, posisi penginapan tersebut persis di belakang stasiun KA Lempuyangan. Sama halnya dengan penginapan, mencari ticket pergi pun cukup sulit. Rencana awalnya kami akan pergi menggunakan kereta namun karena tiket habis akhirnya kita pergi menggunakan bus, itupun cukup sulit mendapatkan tiketnya.

Kami berangkat dari terminal pinang ranti pada tanggal 26 Desember pukul 16.00 dan tiba di Jogja tepat waktu Subuh. Karena kami menggunakan bus jurusan Wonosari maka kami diturunkan bukan di terminal Giwangan, Jogja. Tapi di sebuah perempatan jalan raya yang bagi kami yang baru kesini entah dimana posisinya. Akhirnya kami mencari Masjid terdekat untuk Shalat Subuh dan istirahat sejenak. Setelah pagi agak terang saya mencoba mencari informasi dan ternyata kami berada beberapa km dari terminal Giwangan.

Candi Borobudur

Kami memutuskan untuk menuju Borobudur terlebih dahulu, dari Masjid tersebut kami menuju giwangan menumpang bus 3/4. Setelah sarapan di Giwangan kami menuju Borobudur menggunakan bus 3/4 yang langsung menuju terminal Borobudur dengan ongkos 20.000/kepala selama 2 jam. Sesampai disana Borobudur sudah ramai oleh para wisatawan dan cucaca cukup panas, kami pun membasuh dahaga rasa ingin tahu akan sebuah candi yang menjadi salah satu keajaiban dunia tersebut.

Setelah puas keliling Borobudur sampai lelah kami memutuskan kembali ke Jogja menuju penginapan yang sudah kami pesan di Jogja. Alih-alih bisa cepat sampai di penginapan karena sudah sangat lelah ternyata kami harus berkutat dengan panasnya bus kota, kemacetan dan keliling-keliling Jogja. Hal ini dikarenakan kami tidak diturunkan di terminal Giwangan tapi di terminal lain (lupa namanya), dari situ kami lanjut menggunakan Trans Jogja yang membuat kami muter-muter Jogja untuk sampai penginapan menjelang maghrib. Syukurnya tempat penginapan tersebut sangat nyaman, bersih dan luas sehingga kami bisa melepas lelah dan tidur nyenyak.

1914942_10205299576637670_2943262589085601228_n

Hari kedua di Jogja, tempat yang akan kami tuju hari ini rencananya adalah Prambanan, Alun-Alun dan Masjid Keraton serta Malioboro. Belajar di hari pertama dimana waktu kami lebih banyak habis di jalan menggunakan bus maka menurut kami untuk menuju tempat-tempat tersebut menggunakan bus dalam satu hari adalah mustahil. Berbekal googling saya mencari penyewaan mobil namun sayangnya sudah rented-out semua, akhirnya beralih ke motor dan alhamdulillah dapat meski cukup sulit juga. Sebuah Honda Beat pun dikirim ke penginapan kami, tandatangan perjanjian, berikan jaminan serta uang sewa seharga 75 ribu/hari siaplah kita untuk keliling Jogja dengan motor.

10343026_10205307584237855_3120787079273353518_n

Istana Ratu Boko

Butuh waktu bermotor 30-45 dari penginapan kami menuju komplek Candi Prambanan. Sesampai disana wow sudah padat oleh pengunjung sampai tiket box untuk sementara ditutup. Setelah dibuka kembali kami memutuskan membeli tiket paket Prambanan-Ratu Boko seharga 50 ribu/kepala. Tadinya saya pikir Istana Ratu Boko berada satu komplek dengan Candi Prambanan ternyata kami harus diantar dengan shuttle bus keluar dari komplek tersebut yang membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit.

Situs Istana Ratu Boko adalah reruntuhan Istana yang dijadikan tempat tinggal Ratu tersebut. Menjelajahi situs tersebut terbayang betapa megahnya istana tersebut pada masa kejayaannya.

Candi Prambanan

Sekembali dari Istana Ratu Boko, kami menjelajahi situs Candi Prambanan. Menurut saya situs candi Prambanan lebih megah dan indah dibanding Candi Borobudur dan nilai seni atau artistiknya pun lebih sedap dipandang, tapi mengapa ya yang dijadikan salah satu keajaiban dunia itu malah Borobudur. Mungkin ada nilai sejarah dan teknis yang ahlinya lebih mengetahui dari saya.

20151228_182800Puas berada di Candi Prambanan, kami menuju daerah Kraton Yogya dimana selain kraton terdapat juga alun-alun dan Masjid kraton, sayangnya setibanya disana kami tidak menemukan suasana retro melankolis yang saya harapkan. Mungkin kebetulan baru saja selesai acara pasar kaget di sekitar kraton sehingga suasana terlihat begitu kumuh dan padat di sore hari itu. Kami pun shalat dzuhur-ashar di masjid Kraton dan sambil istirahat menunggu waktu Maghrib, setelah itu barulah kami akan menuju Malioboro menikmati suasana malam di pusat keramaian Jogja.

Malioboro

Yang saya harapkan ketika berada di Malioboro pada malam hari adalah merasakan suasana yang Katon Bagaskara rasakan ketika ia menggugah lagu Yogyakarta dengan syahdunya. Namun pada malam itu suasana Malioboro begitu ramai, padat dan macet ditambah lagi jarang sekali saya menemukan makanan-makanan tradisional Jogja di daerah tersebut, semuanya hampir sama saja dengan Jakarta. Saya pun tidak tertarik berlama-lama disana ditambah lagi badan sudah lelah sehingga memutuskan untuk kembali penginapan dan beristirahat untuk esok.

20151228_19225520151228_193851

Hari ketiga di Jogja, kali ini kami memutuskan untuk mencari suasana pantai dan tentunya pantai favorit saya adalah yang berpasir putih. Maka pagi itu kami berangkat menuju daerah Gunung Kidul sejauh 1,5 jam berkendara dengan motor.

kidul

Pantai Indrayanti dan Pok Tunggal

Pantai yang pertama kami temui adalah Pantai Indrayanti, sebuah pantai yang cukup luas berpasir putih, terdapat bukit kecil yang bisa kita daki disana untuk bisa melihat pemandangan pantai dari atas.

Tidak jauh dari pantai Indrayanti kita akan menemukan pantai Pok Tunggal yang juga berpasir putih. Dari pagi hingga sore hari kami menghabiskan waktu di gunung kidul. Anak-anak berenang sedangkan saya sepanjang hari tiduran di atas pasir pantai bertelekan tikar dinaungi payung. Disinilah saya merasakan refreshing yang sebenarnya selama berada di Jogja.

Bukit Bintang

Sekembali dari pantai kami mampir di bukit bintang untuk makan malam dan menikmati suasana pegunungan. Bukit Bintang adalah puncak Gunung Kidul, dari situ kita bisa melihat kota Yogyakarta dari atas. Suasananya hampir mirip dengan suasana Puncak, Bogor dengan skala yang lebih kecil dan suhu yang tidak sedingin Puncak. Well cukup nyaman sebenarnya menikmati malam disana sambil memandangi kota Jogja dari kejauhan. Namun karena khawatir anak-anak mengantuk dan perjalanan juga masih cukup jauh kembali ke penginapan maka saya putuskan untuk tidak terlalu berlama-lama disana.

Hari keempat atau hari terakhir berada di Jogja, saatnya mencari oleh-oleh dan persiapan pulang. Kami akan kembali menuju Jakarta menggunakan kereta pada pukul 17.00 dari stasiun Tugu. Selain mencari oleh-oleh tradisional seperti Bakpia dll, ada satu spot yang membuat kami tertarik adalah Chocolate Monggo. Outletnya terletak cukup terpencil di sebuah gang dekat Masjid Sunan (apa ya, lupa). Namun setelah sampai di outlet tersebut ternyata cukup mewah dan modern bahkan ada pabriknya juga disitu sehingga kita bisa melihat proses pembuatan coklat tradisional Jogja dengan citarasa Belgia ini.

Monggo

House of Raminten

Check out dari penginapan di siang hari menuju stasiun Tugu, kami sempatkan terlebih dahulu makan siang di House of Raminten. Sebuah rumah makan legendaris dan fenomenal di Jogja. Ketika sampai di restoran tersebut kami tidak bisa langsung menyantap makanan karena penuh sekali dan harus mendaftar sebagai waiting list. Karena penasaran kami relakan menunggu hingga satu jam untuk mendapat giliran duduk di dalamnya. Suasananya nyaman karena duduknya pun lesehan. Soal rasa tak menyesal, disinilah saya merasakan cita rasa kuliner Jogja yang sebenarnya dan ternyata harganya pun sangat murah untuk sekelas restoran terkenal. Kami berempat memesan gudek, nasi goreng dan makanan tradisional lainnya serta aneka minuman hanya menghabiskan sekitar 150 ribu rupiah, fantastis dan memuaskan.

Setelah puas menikmati hidangan tradisional di House of Raminten, tibalah saatnya kami benar-benar harus kembali ke Jakarta menempuh perjalanan delapan jam dengan kereta kami pun tiba kembali di Jakarta pada pukul 01.00 dinihari. Alhamdulillah.

Tentang Sebuah Rasa

image

Sebuah tata nilai yang tak adil, yang telah berakar dalam persepsi kultur dan budaya, bersumber dari gengsi dan egoisme serta memilah-milah dari mata air agama yang suci, seraya akan berkata; kamu seharusnya tak begini atau begitu. Namun disini nuraniku bersuara.

Tak ada yang menyuruhmu terlihat begitu indah. Tak ada yang memaksaku menabur rasa sebagaimana tak ada yang menghalangiku untuk menuainya menjadi senyuman yang penuh makna, pandangan yang tendensius atau sikap yang berbunga. Semua datang begitu saja sebagaimana sebuah pertemuan tanpa rencana.

Lantas siapa yang telah mengaturnya. Adalah bodoh untuk mengatakan bukan Tuhan. Lalu apakah kami harus menyalahkan Tuhan, tidak!!!

Ya kami akan bertoleransi terhadap ketidakadilan kalian, namun biarkan kami tetap menanam dan memupuk sebuah rasa yang suci sambil memandangi takdir Tuhan dan mencoba berjalan diatasnya.

Dan ketika Tuhan berkehendak kebaikan bagi kami, maka kalian dengan segenap sumpah serapah pun tak pernah memiliki arti lagi.

Kisah Inspirasi

By jamillazzaini

Rabu malam (29/2/2012) kemarin, saya terbang dengan pesawat garuda GA 324 Jakarta-Surabaya. Duduk di sebelah saya seorang bernama Yadi Sudjatmiko. Lelaki paruh baya ini menuju Malang setelah menempuh perjalanan panjang dari Oman. Ia bekerja di salah satu perusahaan minyak disana. Satu bulan sekali ia pulang ke Indonesia, berlibur satu bulan kemudian bekerja lagi satu bulan.

Banyak pelajaran yang saya peroleh dari lelaki yg telah memiliki 3 orang anak ini. Pak Yadi hanya lulusan STM, tetapi kini ia bergaji besar mengalahkan sarjana teknik yg saya kenal. Apakah itu diperolehnya dg mudah? Tidak. Setelah lulus STM ia mencari pekerjaan ke Jakarta dan Surabaya, namun yg ia dapatkan hanya jawaban,”Kalau cari kerja ke Kalimantan sana, jangan di kota besar.”

Maka, iapunberangkat ke Kalimantan. Di pulau borneo itu Pak Yadi bekerja sebagai room boy di sebuah hotel kemudian berpindah sebagai driver. Saat itu ia berpikir,”Ternyata ijazah STM itu tidak ada artinya ya. Untuk bekerja di perusahaan atau kantoran saya harus memiliki sesuatu yg berbeda yg tidak mereka miliki dan lakukan. Tapi apa ya?”
Setelah berusaha mencari apa faktor pembeda itu, akhirnya ia menemukannya yaitu bangun malam 2 jam sebelum shubuh dan selalu melayani orang. “Saya yakin sedikit sarjana yg bangun malam dan sarjana yg senang melayani orang. Bangun malam saya mohon ampun dan mohon pertolongan kepada Alloh. Ditambah praktiknya siang hari melayani orang sebaik-baiknya,” begitu tutur pak Yadi kepada saya.

Beberapa bulan setelah ia mempraktikkan kebiasaan ini, ia diterima di sebuah perusahaan minyak Total. Dengan ketekunannya, ia menguasai keterampilan yg jarang dikuasai orang, yaitu memasang alat-alat di dalam perut bumi. “Pekerjaan saya tidak terlihat tetapi gajinya sangat terlihat,” ujarnya sambil tertawa.

Setelah bergaji besar iapun tidak lupa terus melayani orang lain, baik di perusahaannya maupun di kampungnya. Untuk melayani masyarakat sekitar, gajinya ia sisihkan untuk membeli sapi yg ia kerja samakan dengan para peternak dengan sistem bagi hasil atau”maro”.

Lelaki ini terus bercerita. “Saya punya pengalaman menarik, saat saya baik sangka, menolong dan melayani peternak saya mendapat balasan lebih besar. Waktu itu salah satu sapi saya mati, peternaknya ketakutan dan berjanji mengganti. Tapi saya katakan, tidak usah mengganti, saya ikhlas. Sayapun membrinya lagi sapi untuk dipelihara. Hasilnya? Sapi yg dipelihara peternak itu melahirkannya kembar terus. Luar biasa kan?
Tak terasa, pesawat yang kami naiki mendarat di Bandara Juanda, Surabaya. Sebelum berpisah ia menasihati saya, “Bangunlah setiap malam sebelum kebanyakan orang lain bangun, layanilah orang tanpa berharap balasan. Gusti Alloh ora sare (tidak tidur). Kalau anda melakukan itu. Alloh lah yg akan melayani keperluan Anda. Enak kan?

Saya kehabisan kata-kata, tertegun menatapnya hingga lupa mengucapkan kata-kata yg sudah sepantasnya ia terima. “Terima kasih pak Yadi, teman perjalananku, guruku.”
Salam Sukses !!!
🔆🔆🔆🔆🔆🔆🔆🔆

Jernih Memandang sebuah Peristiwa – Study Kasus Penangkapan Ustadz Luthfi Hasan Ishaq

presiden_pks_luthfi_hasan_ishaaq_101227130331Beberapa hari ini, medan dakwah dan politik dihebohkan oleh penangkapan Presiden PKS (Luthfi Hasan Ishaq) pada Rabu malam (30/1) oleh KPK dengan dugaan korupsi impor daging sapi. Medan dakwah heboh karena memang PKS yang dikenal kental dengan partai Dakwah yang Islamis namun tercitrakan buruk tentunya dengan kasus ini. Heboh di medan politik karena memang PKS yang dikenal partai yang bersih dan selalu kuat mengusung pemberantasan korupsi ternyata kadernya menjadi tersangka kasus suap, tak tanggung-tanggung karna yang disangka dan ditangkap tersebut adalah presiden partai itu sendiri. Tak tanggung-tanggung hanya dalam hitungan jam dilakukan penangkapan. Begitu ironis dengan dugaan suap ketum Partai Demokrat (Anas Urbaningrum) atau bahkan kasus Angelina Sondakh sendiri yang KPK harus menunggu berhari-hari untuk melakukan penangkapan.

Banyak broadcast BBM dan whats app yang masuk mencoba menjelaskan kejanggalan penangkapan dan kasus ini, berikut di antaranya:

“Terkait dengan isu KPK nampaknya agak kacau balau. Yang bikin skenario kurang profesional. Pertama, Ketika berita penangkapan muncul isunya ikut ditangkap supir Menteri Pertanian (Mentan). Ternyata dibantah. Kedua, yang mau disuap adalah anggota Komisi IV DPR dari PKS. Sekarang jadi LHI yang jelas-jelas Komisi I. Ketiga, jika kaitannya dengan daging impor, dan tudingannya diarahkan LHI bisa atur Mentan yang notabene kader PKS juga, jelas salah alamat. Pasalnya Mentan tak lagi mengatur impor daging. Impor daging kuotanya yang mengatur Deperindag. Apakah LHI bisa atur (mengintervensi) Menperindag yang notabene orang SBY. Keempat, disebutkan upaya penyuapan. Yang bersangkutan (LHI) tidak menerima uang tersebut, hanya disebutkan uang itu rencananya untuk LHI. Apakah adil orang yang baru mau disuap (belum disuap) dijadikan tersangka? Padahal dia (LHI) bisa jadi tidak tahu ada upaya itu. Dan apalagi tidak menerima uang tersebut. Wallahu a’lam bishshawab semoga Allah melindungi kita semua dari makar ini aamiin”

Ada pula yang mencurigai bahwa kasus ini bagian dari makar asing untuk menjatuhkan PKS sebagai Partai yang menurut mereka beraliran Islam garis keras:

“Kompas (31/01/13): Dubes AS ke KPK. Scot Marciel (Dubes AS untuk Indonesia) bertemu pimpinan KPK (30/01/13). Marciel datang ke KPK untuk menawarkan bantuan dana dan menjalin kerjasama lebih erat dengan KPK.

Jadi… Ooo… gini toh… ckckckck.”

Menurut berita dari suaranews.com, disebutkan bahwa Profesor Tjipta Lesma yang ternyata lebih menganggap bahwa proses KPK atas penangkapan LHI merupakan upaya untuk pengalihan isu-isu besar. Bahkan seorang Tjipta Lesmana yang dituduh membela PKS ini oleh jubir KPK, Johan Budi. Menganggap bahwa banyak kasus besar yang masih belum terungkap, lalu tiba-tiba KPK langsung menangkap Ketua Partai dan dikaitkan dengan korupsi.

Dan menurut pengacara LHI, Zainuddin Paru disebutkan bahwa Ahmaf Fathanah yang tertangkap tangan membawa uang 1 milyar (ingat bukan LHI yang sedang memegang  uang 1 milyar tersebut) itu bukanlah orang dekat ataupun teman dari LHI.

Menurut sumber dari satunegeri.com, disebutkan kontrasnya kasus LHI dengan Emir Moeis yang sudah dijadikan tersangka sejak 20 Juli 2012 atas kasus PLTU di Tarahan, Lampung namun hingga kini belum dilakukan penahanan.

Well…. Semua informasi tersebut cukup mencerahkan saya perihal kejanggalan kasus ini dan menimbulkan pertanyaan perihal latar belakang ini semua terlebih lagi bila kita kaitkan dengan Pemilu 2014. Atau bila berbicara lebih makro lagi, perihal sebuah pertanyaan makar apa yang disiapkan dalam strategi makro musuh-musuh dakwah untuk membendung laju PKS yang notabene Partai Islam dengan kekentalan ideologi Islam yang universal dan integralnya serta aktivitas dakwahnya di tengah masyarakat.

Terlepas dari itu semua, sebagai orang beriman, kita punya koridor dalam menilai suatu peristiwa. Apalagi bila peristiwa itu dikaitkan dengan seorang beriman pula yang notabene seorang ustadz, dengan gelar Doktoral Islam dan mantan Mujahidin di Afghanistan.

Bila dalam proses hukum sendiri ada asas praduga tak bersalah dan kronologi urutan status suspek hukum. Maka di dalam syari’at ini ada proses tabayyun (mencari kejelasan dari sumber informasi yang seimbang) dan husnuzhan (prasangka baik).

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ فَاسِقُۢ بِنَبَإٍ۬ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَـٰلَةٍ۬ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَـٰدِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurot[49]:6)

Maka perlu kiranya ketika mendengar kabar seorang Presiden partai dakwah, dengan doktoral Islam-nya serta seorang mantan Mujahidin Afghanistas dalam mengusir Uni Soviet, ditangkap. Sebagai seorang mukmin, persepsi pertama adalah husnuzhan (prasangka baik). Tidak langsung memvonis sebagai koruptor lah dan sebagainya. Toh statusnya sendiri masih tersangka. Kemudian patut kita mencari informasi yang seimbang dalam mengabarkan kasus ini. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kebathilan telah didukung oleh media dalam propagandanya. Lihat sajalah di stasiun-stasiun televisi kita, apa sih yang diajarkan oleh mereka. Jadi tak cukup bagi kita mencari informasi hanya sebatas pada media-media yang tidak Islami, namun perlu kita mencari sumber informasi dari media-media yang mengedepankan nilai-nilai Islami dan dakwah atau kalau bisa kita mengkonfirmasi ke LHI sendiri yang bersangkutan (kalau bisa), toh juga LHI telah memberikan keterangan pers perihal kasusnya. Pelajari kasusnya baik secara mikro dan perlu juga kita melihat apakah ada konspirasi global dari semua ini. Sebagaimana ideologi Islam yang ideal adalah ideologi yang mengglobal sehingga ia akan mendapatkan musuh yang global pula yang akan menghantam dengan berbagai cara.

Bila kita gegabah (isti’jal) dalam menilai kasus ini, maka kita telah masuk dalam perangkap syaithan dan saya khawatir kita terjebak dalam perkataan dusta yang jelas dusta itu bukanlah sifat orang beriman. Alangkah baiknya kita menunggu kejelasan kasus ini , kalaupun pada akhirnya memang beliau telah divonis bersalah maka kita tetap mencari informasi dari sumber media yang berimbang. Sebagaimana kita ketahui di negara ini ada aparat hukum yang salah tangkap, ada ketidak adilan dimana seorang pencuri ringan semacam sendal dan pisang divonis 7 tahun penjara sedangkan koruptor ratusan juta dan milyaran hanya divonis 4 tahun penjara. Maka semua ini tetap tidak akan melunturkan semangat para aktivits dakwah untuk terus melanjutkan misi global mereka menegakkan kalimatullah di bumi ini dan mencari informasi dari sumber media yang seimbang.

Mari kita belajar dari kisah Haditsul Ifki (berita bohong) di zaman Rasulullah SAW yang melibatkan Ummul mukminin ‘Aisyah ra. Ada beberapa orang beriman yang terbawa oleh arus propaganda (hadiitsul ifki) tersebut dan begitu banyak pula orang beriman yang mengedepankan husnuzhan sehingga akhirnya kasus tersebut menjadi jelas dan jelas pulalah siapa yang memegang teguh imannya dan siapa yang telah menjadi munafiq karna ujian tersebut. Semoga kita bisa menjadi orang-orang yang beriman yang tak terbawa propaganda dan juga bisa menyadarkan orang-orang beriman di sekitar kita yang telah terseret oleh propaganda buruk.

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu. Bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri dan (menggapa tidak) berkata: “ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” ….. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal di sisi Allah adalah besar. ….. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Dan sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allah Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar).” (An Nuur: 11-20)

Wallahu a’lamu bish shawaab.

Akhir Sejarah Cinta Kita

Suatu saat dalam sejarah cinta kita
kita tidur saling memunggungi
tapi jiwa berpeluk-peluk
senyum mendekap senyum

suatu saat alam sejarah cinta kita
raga tak lagi saling membutuhkan
hanya jiwa kita sudah melekat dan menyatukan
rindu mengelus rindu

suatu saat dalam sejarah cinta kita
kita hanya mengisi waktu dengan cerita
mengenang dan hanya itu
yang kita punya

suatu saat dalam sejarah cinta kita
kita mengenang masa depan kebersamaan
kemana cinta akan berakhir
disaat tak ada akhir.

Anis Matta

Cinta Terkembang jadi Kata

see_the_music_by_scarlettblack86-d41uvrbSelalu begitu. Cinta selalu membutuhkan kata. Tidak seperti perasaan-perasaan lain, cinta lebih membutuhkan kata lebih dari apapun. Maka ketika cinta terkembang dalam jiwa tiba-tiba kita merasakan sebuah dorongan yang tak terbendung untuk menyatakannya. Sorot mata takkan sanggup menyatakan semuanya.

Tidak mungkin memang. Dua bola mata kita terlalu kecil untuk mewakili semua makna yang membuncah di laut jiwa saat badai cinta datang. Mata yang sanggup menyampaikan sinyal pesan bahwa ada badai dilaut jiwa. Hanya itu. Sebab cinta adalah gelombang makna-makna yang menggores langit hati, maka jadilah pelangi; goresannya kuat, warnanya terang, paduannya rumit, tapi semuanya nyata. Indah.

Itu sebabnya ada surat cinta. Ada cerita cinta, ada puisi cinta, ada lagu, semuanya adalah kata. Walaupun tidak semua kata mampu mewakili gelombang makna-makna cinta, tapi badai itu harus diberi kanal; biar dia mengalir sampai jauh. Cinta membuat makna-makna itu jadi jauh lebih nyata dalam rekaman jiwa kita. Bukan hanya itu. Cinta bahkan menyadarkan kita pada wujud-wujud lain dari kita; langit, laut, gunung, padang rumput, tepi pantai, gelombang, purnama, matahari, senja, gelap malam, cerah pagi, taman bunga, burung-burung… tiba-tiba semua wujud itu punya arti… tiba-tiba semua wujud itu masuk kedalam kesadaran kita… tiba-tiba semua wujud itu menjadi bagian dalam hidup kita… tiba-tiba semua wujud itu menjadi kata yang setia menjelaskan perasaan-perasaan kita… tiba-tiba semua wujud itu berubah menjadi metafora-metafora yang memvisualkan makna-makna cinta. Itu sebabnya para pecinta selalu berubah menjadi sastrawan atau penyair… atau setidaknya menyukai karya-karya para sastrawan, menyukai puisi, atau mau belajar melantunkan lagu. Bukan karena ia percaya bahwa ia akan benar-benar menjadi sastrawan atau penyair yang berbakat… tapi semata-mata ia tidak kuat menahan gelombang makna-makna cinta.

Cinta membuat jiwa kita jadi halus dan lembut… maka semua yang lahir dari kehalusan dan kelembutan itu adalah juga makna-makna yang halus dan lembut… hanya katalah yang dapat menguranginya, menjamahnya perlahan-lahan sampai ia tampak terang dalam imaji kita. Puisi “Aku ingin” nya Sapardi Djoko Damono mungkin bisa jadi sebuah contoh bagaimana kata mengurangi dan menjamah makna-makna itu… apakah Sapardi sedang jatuh cinta atau sedang ingin memaknai kembali cintanya? Saya tidak tahu! Tapi begini katanya:

Aku ingin mencintaimu
Dengan cara yang sederhana
Kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu
Dengan cara yang sederhana
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.

Anis Matta

Pencitraan, perlu ga sih (dibahas)?

Ketika banjir Jakarta beberapa hari yang lalu, sejumlah pejabat, parpol dan artis turun ke lapangan. Peninjauan, pemberian bantuan dan pendirian posko banjir serta sejumlah agenda lain dilaksanakan. Tak terkecuali PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang merupakan pelopor gerakan sosial kepartaian dalam bentuk yang real dari semenjak pertama kali berdirinya (dulu bernama PK/Partai Keadilan). Begitu pula Jokowi (Gubernur Jakarta) tak luput dari aktivitas kesana-kemari turun langsung melihat kondisi masyarakat Jakarta.

Lantas, ada satu hal yang diangkat oleh beberapa kalangan mengenai fenomena tersebut dengan mengistilahkan sebagai politik pencitraan dalam rangka agenda 2014 (pemilu). Dari sebagian kalangan yang lebih agamis bahkan menjudgement hal tersebut sebagai amalan riyaa’ (pamer bertujuan pujian dari manusia) yang tentunya tidak akan mendatangkan pahala sedikitpun dari Allah SWT. Nah khususnya untuk PKS yang notabene partai berbasis ideologi dakwahnya, tak pantas mempraktekkan yang berunsur riyaa’ tersebut.

Pertanyaan selanjutnya adalah, ada masalahkah dengan politik pencitraan sehingga terasa perlu dikritisi bahkan dengan sikap antipati, meskipun hal itu bagian dari agenda pemenangan pemilu 2014.

Yang perlu dipahami adalah, bahwasannya hal-hal kejiwaan seperti ketulusan (keikhlasan), kesombongan dan juga riyaa’ adalah perkara-perkara hati individual yang mana konsekuensinya hanya memperkarakan ranah jiwa/individu semata, bukanlah ranah instansi.

Maka ketika sebuah instansi seheboh dan sebesar apapun memamerkan kebaikan yang dikerjakannya, tak dapat kita memberikan judgment kepada instansi tersebut sebagai sebuah perbuatan riyaa’. Karena memang tidak ada satupun malaikat yang Allah utus untuk mencatat kebaikan dan keburukan sebuah instansi.

Adalah hal yang tidak patut pula bagi kita menjudgement orang-orang yang ada di instansi tersebut dengan riya (pamer) toh mereka atas nama kepribadiannya sudah tertutup oleh nama instansi tersebut. Yang salah adalah bila orang-orang yang ada dalam instansi tersebut merasa bangga (ujub) secara pribadi karna telah tergabung dalam sebuah instansi yang memberikan manfaat bagi sekitarnya, atau secara pribadi ingin dipuji sebagai seorang aktivis yang tergabung dalam instansi tersebut.

Adapun identifikasi politik pencitraan sebagai kampanye terselubung atau mencuri start sehingga muncul pelarangan dalam bentuk peraturan atau perundangan, itu hanyalah sebuah politisasi yang seringkali bias karena intervensi oleh penguasa saat ini. Contoh, Jokowi sempat melarang parpol mendirikan posko banjir.

Pencitraan Individu

Bila di atas adalah politik pencitraan terkait instansi yang sudah tidak bisa lagi divonis riyaa’ dan tidak ikhlas. Lalu bagaimana dengan pencitraan yang dilakukan atas nama individu, hal ini biasanya terjadi dalam rangka pilpres, pilgub atau pemilukada lainnya. Nah disinilah peluang besar munculnya penyakit riyaa dalam diri seseorang bisa terjadi.

Namun pertanyaan selanjutnya, seberapa pentingkah kita menjudgement seseorang tersebut dengan riyaa’ (pamer) dalam rangka menarik simpati orang lain. Alih-alih sebagai kritik konstruktif malah menjadi politisasi sendiri atau dipolitisasi oleh kalangan tertentu.

Mengapa menjudgement seperti ini menjadi tidak perlu karna fakta yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa manusia tidak pernah bisa menilai hati manusia lainnya dengan benar sebenar-benarnya. Hanya Allah yang paling mengetahui urusan hati manusia karena itu perkara amalan-amalan hati maka serahkan saja kepada Allah urusannya.

Di sisi lain ternyata Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk beramal baik secara sembunyi maupun terang-terangan.

قُل لِعِبَادِيَ الَّذِينَ ءَامَنُوا يقِيمُوا الصَّلَاهَ” وَ يُنفِقُوا مِمَّا رَزَقنهُم سِرًّا وَ عَلانِيَهً” مِن قَبلِ أَن يَأتِيَ يَومٌ لَا بَيعٌ فِيهِ وَ لَا خِللٌ

“Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan” (Ibraahiim: 31)

Atau yang lebih tegas Allah memerintahkan sebuah amal agar bisa dilihat oleh orang lain dalam ayat berikut:

“Dan katakanlah: “Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaan kalian dan kalian akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.” (at Taubah: 105)

Beramal dan berbuat baiklah dalam rangka apapun, pencitraan kah, kampanye kah, toh bila memang bertujuan mendapatkan tampuk kepemimpinan untuk bisa menuai kebaikan dan menyebarkan dakwah lebih sistematis dan kuat, maka itu sebuah visi yang sangat mulia dan pasti bernilai ibadah besar di sisi Allah. Perihal kualitas atau esensi amal-amal tersebut yang mana ikhlas (di hati) menjadi indikatornya sesuai dengan aya di atas, akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang ghaib maupun yang nyata. Bukan dikembalikan kepada kita sendiri.

Maka kita tidak memiliki urgensi lagi untuk mejudgement sebuah aktivitas sosial sebuah instansi atau individu sebagai riyaa’, ujub atau politik pencitraan. Karna judgement tersebut hanya mengindikasikan kekurang pahaman terhadap proyek membangun peradaban yang membutuhkan strategi jangka panjang yang saling berkaitan dan sinergis dimana semua ini menjadi kandungan esensial dakwah yang paripurna serta integral. Atau judgement tersebut hanyalah menjadi sebuah produk politisasi atau menjadi bahan politisasi pihak lain yang berseberangan.

Jadi, daripada meributkan latar belakang politik pencitraan yang bukan ranahnya manusia. Lebih baik mendiskusikan proyek-proyek pencitraan yang efektif dan kotributif terhadap strategi kebaikan yang lebih masif lagi.

Wallahu a’lam.